Yulias Hidayah
Manajemen, Universitas Internasional Batam
Email: yuliashidayah0402@gmail.com
Abstrak
Rendahnya minat membaca masyarakat Indonesia di tengah kemajuan teknologi informasi masih menjadi persoalan yang perlu mendapatkan perhatian serius. Meskipun minat terhadap bacaan konvensional/fisik menurun, pada faktanya konsumsi konten digital justru meningkat pesat terutama melalui media sosial. Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk menggali bagaimana media sosial berperan dalam mendukung literasi digital dan menumbuhkan kembali minat baca di kalangan generasi muda. Karya ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan studi literatur, dukungan pemberitaan terkini, serta kajian terhadap contoh kasus seperti #BookTok di TikTok dan komunitas baca di Instagram. Gagasan yang dihasilkan menunjukkan bahwa media sosial memiliki power untuk membangun budaya literasi baru yang lebih interaktif, inklusif, dan relevan dengan gaya hidup digital masa kini. Melalui karya tulis ini, mahasiswa diharapkan dapat memahami bahwa media sosial tidak hanya sarana hiburan tetapi juga platform produktif untuk meningkatkan minat baca dan literasi digital.
Kata kunci: minat baca, literasi digital, media sosial
Latar Belakang
Rendahnya tingkat literasi di Indonesia masih menjadi isu strategis yang perlu mendapatkan perhatian serius dari segala pihak, terutama di tengah derasnya arus digitalisasi seperti saat ini. Berdasarkan penelitian (Sari et al., 2024) masyarakat Indonesia kini hidup di era di mana informasi mengalir dengan cepat dan instan. Kemudahan akses melalui media sosial dan berbagai platform digital telah mengubah perilaku masyarakat dalam membaca dan mencari informasi. Kondisi ini diperkuat oleh pernyataan dari Putri Aisyiyah Rachma Dewi, S.Sos., M.Med.Kom., Dosen Komunikasi Universitas Negeri Surabaya, yang menyebutkan bahwa penurunan ini dipengaruhi oleh kebiasaan generasi muda yang lebih gemar mengonsumsi konten instan di media digital dibandingkan membaca teks panjang dan informatif. Selain itu, pada video TikTok yang diunggah oleh Richard Tewu pada September 2025 lalu, menyebutkan bahwa Indonesia menjadi peringkat ke-2 terendah di dunia terkait literasi. Adapun rangkuman yang dijelaskan, Indonesia darurat literasi ini diulas dengan 3 faktor utama yaitu: kurangnya membaca di lingkungan keluarga serta minimnya ketersediaan buku dirumah; akses terbatas pada perpusatakaan dan taman baca pada masyarakat; dan kebijakan literasi yang belum optimal dari pemerintah.
Namun, di tengah menurunnya minat baca dan kemampuan literasi tersebut, kehadiran media sosial justru membuka peluang baru bagi terbentuknya ruang literasi yang lebih interaktif dan inklusif. Media sosial kini tidak hanya berfungsi sebagai sarana hiburan, tetapi juga sebagai ruang berbagi pengetahuan dan budaya baca. Oleh karena itu, penting untuk membangun ekosistem literasi digital yang sehat dan berkelanjutan agar media sosial dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai alat pengembangan budaya literasi nasional. Ekosistem ini mencakup kolaborasi antara pembaca, penulis, influencer, lembaga pendidikan, dan pemerintah dalam menciptakan lingkungan digital yang mendukung kegiatan literasi. Selain meningkatkan kemampuan membaca dan menulis, literasi digital juga berperan penting dalam menjaga penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di ruang maya. Dengan memperkuat budaya literasi digital, masyarakat Indonesia tidak hanya menjadi pengguna teknologi yang aktif, tetapi juga pelaku budaya yang mampu melestarikan nilai-nilai bahasa dan kebangsaan di tengah arus globalisasi informasi.
Ide/Gagasan dan Solusi
Bukan tidak ada upaya, berbagai inisiasi telah dilakukan di Indonesia. Banyak kolaborasi antara penulis, influencer, lembaga pendidikan dan pemerintah dalam meningkatkan ekosistem literasi yang biasanya difokuskan pada digitalisasi. Misalnya, Perpustakaan Nasional (Perpusnas) pada tahun 2024 meluncurkan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) yang menyertakan penyediaan bahan bacaan bermutu untuk 10.000 perpustakaan desa/kelurahan dan taman baca masyarakat dengan 1.000 judul buku untuk anak PAUD dan SD (Purniati, 2024). Kemudian program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) yang diinisiai oleh kominfo juga membuat berbagai kalangan baik yang tinggal di desa maupun perkotaan memiliki kemudahan akses yang sama dalam pendidikan (Banyu et al., 2024). Hingga program kerja yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital dalam menyediakan kelas daring maupun pelatihan gratis dengan materi berbasis pilar literasi digital seperti digital skill dan digital culture. Contoh-contoh upaya diatas tentunya menjadi bagian dari strategi dalam peningkatan literasi baik dari segi buku fisik maupun melalui digitalisasi.
Saat ini, media sosial menjadi peran yang sangat pentting dalam menciptakan ekosistem literasi sebagai ruang edukasi dan inspiratif. Konten literasi yang hadir dalam bentuk video, storytelling serta ulasan kreatif yang mudah dikonsumsi dapat dijadikan bahan acuan untuk sumber edukasi bagi masyarakat. Contoh yang sering terlihat adalah penggunaan tagar seperti tagar #BookTok dan #SerunyaMembaca. Bukti menunjukkan mencatat lebih dari 55 juta unggahan terkait buku secara global, sedangkan #SerunyaMembaca aktif dengan ratusan ribu unggahan di Indonesia (Faisal, 2025). Walaupun kebanyakan orang yang mengikuti ini hanya karna fomo, namun tetap menjadi magnet literasi yang mempopulerkan membaca melalui konten video pendek bersifat informatif tapi ringan. Contoh, dari posting-an yang dibuat oleh influencer, para penonton jadi tahu buku yang recommended yang mana, hingga memicu mereka untuk membacanya. (Judijanto et al., 2025) menemukan bahwa keterlibatan dengan BookTok berkorelasi positif dengan meningkatnya frekuensi membaca, eksplorasi genre bacaan, dan adopsi format digital baca.
Demi menumbuhkan dan memperkuat ekosistem literasi digital ini, ada beberapa strategi yang dapat dilakukan. Salah satu contoh seperti kegiatan workshop digital literacy dan pelatihan fact-checking dapat menjadi sarana efektif untuk membentuk generasi yang cakap digital. Selain itu, dukungan pemerintah maupun lembaga perpustakaan juga berperan penting dalam menyediakan konten literasi yang berkualitas dan relevan dengan perkembangan budaya digital masyarakat. Apalagi saat ini media sosial seperti TikTok sangat terkenal. Bisa dijadikan platform untuk mengajak masyarakat kalangan anak-anak hingga orang dewasa untuk menumbuhkan budaya literasi. Di sisi lain, platform seperti TikTok ini perlu mengoptimalkan apa yang disebut sebagai algoritma positif, yakni sistem rekomendasi yang secara aktif menonjolkan konten edukatif, literasi, dan budaya dan jangan mengoptimalkan konten yang tidak bermanfaaat. Dengan dukungan algoritma yang berpihak pada nilai edukatif, konten literasi seperti ulasan buku, kampanye #BookTok, dan diskusi budaya dapat menjangkau lebih banyak pengguna, terutama generasi muda. Dengan demikian, ekosistem literasi digital tidak hanya menjadi tren sesaat, tetapi berkembang menjadi budaya cerdas, inklusif, dan adaptif yang menjadi fondasi masyarakat Indonesia di era informasi global.
Manfaat dan Kesimpulan
Karya tulis ilmiah ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bahwa media sosial memiliki potensi besar dalam meningkatkan budaya literasi masyarakat, khususnya di kalangan anak-anak dan dewasa. Melalui pemanfaatan platform digital seperti TikTok atau bahkan Instagram, minat baca dan menulis dapat ditumbuhkan kembali dengan cara yang lebih kreatif dan relevan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, interaksi aktif di ruang digital dapat mendorong penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar sekaligus memperkaya kosakata dan gaya komunikasi yang santun di media sosial. Secara keseluruhan, media sosial tidak dapat lagi dipandang sebagai ancaman bagi literasi melainkan sebagai alat strategis untuk membangun ekosistem literasi digital yang berkelanjutan, inovatif, dan berakar pada budaya Indonesia. Media sosial dapat menjadi ruang belajar bersama yang inspiratif melalui kolaborasi antara pembaca, penulis, influencer, lembaga pendidikan, dan pemerintah.
Referensi
Banyu Hikmah, Ridho Anshori Muaz, & Ichsan Fauzi Rachman. (2024). Program Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD): Upaya Pemerintah Indonesia Dalam Mewujudkan Sustainable Development Goals (SDGs) 2030. Jurnal Nakula: Pusat Ilmu Pendidikan, Bahasa Dan Ilmu Sosial, 2(3), 253–265. https://doi.org/10.61132/nakula.v2i3.825
Faisal, A. (2025). #BookTok dan #SerunyaMembaca menjadi magnet TikTok bagi pembaca buku. Antara News.
Judijanto, L., Hakim, L., Utami, W. S., & Adiazmil, A. (2025). The Impact of the BookTok Phenomenon on the Transformation of Generation Z’s Reading Habits in the Digital Age in Indonesia. The Eastasouth Journal of Social Science and Humanities, 2(02), 152–160. https://doi.org/10.58812/esssh.v2i02
Purniati, E. (2024). Perpusnas Hadirkan Program Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial (TPBIS) dan Bahan Bacaan Bermutu Tahun 2024 Dengan Model Baru. Perpustakaan Nasional Republik Indonesia.
Sari, E. M., Ramadhani, N. K., Jannah, D. R., & Nabil, A. A. (2024). Declining Literacy Interest in the Era of Disruption: A Qualitative Study on the Influence of Digital Media on Public Reading Habits. Journal of Society and Development, 4(1), 45–54. https://doi.org/10.57032/jsd.v4i1.291